cctv parigi

header web

Selamat Datang di Website Pengadilan Agama Parigi - Kami Siap Membangun Zona Integritas Untuk Mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani

.header zi

on . Hits: 31

Implementasi e-Court di Tengah Kesenjangan Data dan Akses Publik

Oleh : Syarifudin Tayeb, S.Ag., M.H.

IMG 20250522

Kebijakan Mahkamah Agung yang mendorong penerapan berperkara secara elektronik (e-Court) merupakan lompatan besar dalam modernisasi peradilan di Indonesia. Secara konseptual, digitalisasi layanan hukum akan meningkatkan transparansi, efisiensi, serta mengurangi praktik kolusi birokrasi yang kerap terjadi dalam proses manual. Namun, jika ditelaah lebih dalam, implementasi e-Court saat ini masih menyimpan persoalan mendasar yang patut dikritisi.

Pertama, target kinerja e-Court belum berbasis data riil. Pemerintah maupun Mahkamah Agung sering menekankan percepatan digitalisasi peradilan sebagai indikator kinerja, tetapi tidak disertai data akurat mengenai daerah mana yang sudah siap secara infrastruktur dan daerah mana yang masih tertinggal. Misalnya, berapa bulan rata-rata satuan kerja (satker) di daerah dapat benar-benar menggunakan layanan e-Court secara penuh, atau seberapa besar disparitas kesiapan antara kota besar dengan daerah terpencil, tidak pernah dipublikasikan secara terbuka. Tanpa basis data yang jelas, target kinerja hanya akan menjadi slogan administratif, bukan ukuran keberhasilan substantif.

Kedua, e-Court mengabaikan fakta kemiskinan ekstrem dan keterbatasan teknologi. Indonesia masih menghadapi problem serius dengan jumlah penduduk miskin ekstrem yang kesulitan mengakses kebutuhan dasar, apalagi perangkat teknologi. Menuntut masyarakat miskin untuk mengakses layanan pengadilan melalui aplikasi digital tentu tidak realistis. Apalagi, data BPS menunjukkan bahwa masih banyak rumah tangga di desa-desa yang bahkan tidak memiliki smartphone, listrik stabil, atau jaringan internet memadai. Jika kebijakan ini tidak memperhitungkan aspek kerentanan sosial, maka justru akan melahirkan ketidakadilan baru: hanya mereka yang memiliki akses digital yang bisa benar-benar menikmati “keadilan modern.”

Ketiga, data kepemilikan Android di Indonesia memang tinggi, tetapi tidak merata. Memang, berbagai survei menunjukkan pengguna Android di Indonesia mencapai lebih dari 80% populasi ponsel. Namun, data ini menyesatkan jika dipakai sebagai argumen kesiapan e-Court. Pengguna Android di Jakarta tentu berbeda dengan mereka yang tinggal di pelosok Papua, Maluku, atau pedalaman Sulawesi Tengah. Kuantitas kepemilikan tidak otomatis berarti kualitas akses. Banyak warga yang memiliki ponsel pintar tetapi tidak cukup kuota internet, atau bahkan tidak memahami cara menggunakan aplikasi peradilan digital yang kompleks.

IMG 202505221

Dengan demikian, kebijakan e-Court seharusnya tidak berhenti pada pencapaian angka-angka adopsi teknologi, tetapi juga harus berbasis inklusi sosial. Mahkamah Agung perlu menyesuaikan indikator kinerja dengan data aktual: peta sebaran infrastruktur digital, statistik kemiskinan ekstrem, hingga indeks literasi hukum dan digital masyarakat. Tanpa itu, e-Court hanya akan menjadi “elitisme teknologi” yang justru menjauhkan akses masyarakat miskin terhadap keadilan.

Keadilan sejati adalah ketika seluruh lapisan masyarakat, termasuk yang miskin dan tinggal di daerah tertinggal, bisa mengakses pengadilan tanpa diskriminasi. Digitalisasi memang penting, tetapi keadilan tidak boleh dikorbankan hanya demi angka capaian kinerja.

Add comment


Security code
Refresh

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Parigi

 Jl. Sungai Pakabata, Bambalemo

 Kabupaten Parigi Moutong

 Provinsi Sulawesi Tengah

Kode Pos 94471

 Telp: 0450 - 2320911

 Fax: -

Whatsapp: 0811 400 7778

Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Lokasi Kantor

FB twiter instagram youtube